Minggu, 08 Mei 2016

... Jadi Peserta PKH

“Pak ..., saya minta tolong didaftarkan jadi peserta PKH dan dibuatkan kartu PKH, anak saya di sekolah diminta untuk ngumpul foto copy kartu PKH biar dapet bantuan ...”, itu sepenggal obrolan dengan salah satu keluarga miskin beberapa bulan lalu. Dengan sangat berat saya jelaskan ke bapak tersebut bahwa untuk menjadi peserta PKH bukan mendaftar atau didaftarkan oleh pendamping PKH, tetapi berdasarkan data PPLS tahun 2011 dan itu kewenangan TNP2K bukan ranah pendamping PKH, “... walau saat ini mungkin pendamping PKH sedikit lebih mengetahui kondisi riil di lapangan...”.


Besarnya perhatian masyarakat miskin terhadap pogram keluarga harapan dan keinginan agar bisa mendapat manfaat berupa bantuan tunai telah menjadi trand baru yang berkembang, beragam asumsi dan tanggapan yang mengiringinya. Adanya sikap pro dan kontra dari berbagai kalangan atas program bantuan tunai langsung bersyarat (BLTB) yang diberikan oleh Pemerintah RI melalui PKH terhadap masyarakat miskin seolah tak pernah selesai. Sementara itu, dinamisasi atas kebijakan yang ada pun turut serta dalam memposisikan PKH sebagai salah satu program pengentasan kemiskinan yang ada pada tempat yang strategis. Bukan sekedar konsep dan tujuan akhir yang bagus, ada beberapa kenyataan yang membuktikan bahwa PKH telah bisa membawa para pesertanya untuk melakukan kegiatan usaha ekonomi produktif (UEP) dan kelompok usaha bersama (KUBE). Walau usaha tersebut baru berupa rintisan tetapi secara signifikan telah menunjukkan adanya perubahan sikap dan perbaikan ekonomi dari para pelakunya walau hanya berupa sedikit meningkat kemampuan daya belinya.
Ibu Kholifah (122000-096976349) Kelompok PKH Mawar Pekon Sukoharjo III Barat Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu
Mulai adanya perubahan sikap yang ditunjukkan dari sebagian peserta PKH serta muncul dan tumbuhannya berbagai kegiatan usaha ekonomi produktif dan terbentuknya beberapa KUBE PKH secara mandiri menjadi indikator positif yang berdampak sangat luas. Untuk itu hendaknya diikuti dengan berbagai kebijakan yang benar, jitu, terencana dan terukur agar bisa mendorong dan mempercepat proses pencapaian tingkat penghidupan yang lebih baik bagi KSM peserta PKH. Sebaliknya bila kebijakan itu keliru, tidak terencana dengan matang, dan tidak terukur dengan baik maka kehebatan dan bagusnya program keluarga harapan ini hanya bisa terlihat dan dirasakan dalam berbagai kegiatan serimonial belaka, sekedar untuk terpenuhinya rencana kerja atau kegiatan pelengkap laporan kerja dan bukan target capaian kerja. Bahkan ketika ada peluang untuk mengusulkanpun terkendala dengan keterbatasan waktu dan belum adanya jaminan pasti diakomodir. Kembali berhadapan pada dua situasi yang tak nyaman.
Selain beberapa hal diatas, sebaiknya ada pula pembagian kewenangan Pusat kepada daerah dalam hal menentukan kebijakan pelaksanaan PKH di lapangan agar langkah percepatan bisa diupayakan bersama. Seperti halnya rekrutmen pendamping PKH atau pergantian dan pengangkatan pendamping PKH yang tidak diperpanjang SK-nya. Hal tersebut bisa mengurangi beban kerja UPPKH Pusat serta mempercepat poses dan pelayanan PKH terhadap masyarakat terutama KSM peserta PKH, tentunya diikuti dengan sinergitas yang baik dalam pengeksekusian kegiatan di lapangan atara UPPKH Daerah dan Pusat. Hingga pada saatnya nanti akan berdampak pada kelancaran proses bisnis PKH yang selama ini terkesan molor dan tidak terjadwal serta sulit dieksekusi dengan cepat walau hal tersebut sangat penting bagi proses pendampingan sosial di lapangan. Selanjutya ada beberapa point penting dalam pelaksanaan PKH di bulan April 2016 yang telah lalu diharapkan kedepannya dalam pelaksanaannya bisa tidak terlalu bersifat birokratis dan harus menunggu keputusan dari pusat diantaranya: Penyaluran bantuan PKH tahap 1 tahun 20216, penetapan lokasi baru tahun 2016, dan rekrutmen pendamping tahun 2016.

Penyaluran Bantuan PKH Tahap 1 Tahun 2016

Adanya perubahan kebijakan terkait besaran dan pola penyaluran bantuan PKH tahap 1 tahun 2016 melahirkan kondisi beragam, sebagai misal adalah pergantian dan penulisan ulang giro 6 bagi sebagian pendamping PKH. Sementara bagi KSM peserta PKH perubahan besaran nilai bantuan untuk komponen Bumil/ Balita/ Apras dan diberikannya bantuan tahunan dari tahap 2 ke tahap 1 tahun 2016 disikapi dengan kegembiraan, dan sebagian lagi memanfaatkan penerimaan bantuan ini sebagai kesempatan penggalangan dana untuk modal usaha ekonomi produktif dan KUBE PKH. Disisi lain penyaluran bantuan PKH merupakan salah satu proses bisnis PKH yang sangat penting, proses ini juga  merupakan alur penentu kebijakan yang menjadi dasar bagi setiap pelaku pogram keluarga harapan terutama para pendamping PKH dalam merencanakan pendampingan sosialnya. Mengingat tujuan akhir dari PKH adalah memutuskan rantai kemiskinan antar generasi, maka pengaturan strategi dalam tahapan pendampingan sosial sangat penting artinya sebagai sebuah kebijakan yang bijaksana. Kebijakan yang berkenaan dengan penyaluran bantuan ini misalnya memotivasi para KSM PKH agar menyisihkan sebagian dana bantuan yang diterimanya untuk membuat usaha bersama, baik berupa simpan pinjam atau usaha produksi yang cocok dikembangkan di daerah masing-masing seperti yang dilakukan beberapa kelompok PKH di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu. Penyaluran bantuan PKH tahap 1 tahun 2016 ini dimulai per tanggal 18 April s.d. 30 April 2016, bergeser satu bulan dari siklus bayar bantuan PKH yang sudah ditetapkan, bersyukur Kabupaten Pringsewu tidak ada pembayaran komunitas untuk daerah terpencil sebagaimana Kabupaten Tanggamus, Waykanan, dan Pesisir Barat.
Terkait kebijakan UPPKH Pusat tentang penyaluran bantuan PKH tahap 1 tahun 2016 hendaknya penetapan jadwal penyaluran bantuan PKH tahap 1, perubahan nilai bantuan, dan skema bayar bantuan lainnya hendaknya bisa disosialisasikan lebih dini dan diterbitkan sebelum final closing data hasil verifikasi dilakukan oleh kabupaten/kota bersangkutan termasuk Pringsewu. Hal tersebut untuk efektifitas dan efisiensi kerja pendampingan sosial khususnya oleh para pendamping PKH. Bila mungkin, serahkan kewenangan penetapan jadwal waktu pelaksanaan penyaluran bantuan PKH kepada daerah setelah sudah adanya ketetapan atas besaran dan perubahan lainnya terkait bantuan PKH tahap 1 tahun 2016 tersebut. Karena yang terjadi saat ini adalah adanya perubahan nominal bantuan komponen PKH dan bergesernya waktu penyaluran bantuan tetap tahunan minim sosialisasi di kalangan pendamping PKH, sementara sebagian besar penulisan dan penanda tanganan Giro 6 sudah terselesaikan. Walau bukanlah satu masalah yang prinsip, setidaknya ini menjadi koreksi atas profesionalisme dan kinerja para stake holder penentu kebijakan dalam pelaksanaan PKH.

Sosialisasi dan Penetapan Daerah Pengembangan PKH Tahun 2016

Sosialisasi atas progres plan PKH tahun berjalan sangat diharapkan bisa lebih dulu dipahami oleh stake holder dan pelaksana program di lapangan, akan tetapi kenyataan yang ada tidak demikian. Publik lebih dulu mendapat informasi yang tidak lengkap melalui media sosial dan situs-situs yang mempublikasikan PKH baik situs resmi atau akun perorangan terhadap rencana pengembangan program terutama penetapan lokasi baru tahun 2016 sebagai perluasan daerah pelaksanaan PKH, semestinya secara internal program harus dipastikan sosialisasi sudah merata sampai tingkat paling bawah. Hal ini tentunya bisa memberi ruang lebih bagi daerah bersangkutan untuk meneruskan rencana pengembangan ini kepada masyarakat, untuk selanjutnya semakin banyak mereka yang akan andil dalam seleksi penerimaan personil pelaksana PKH baik sebagai operator atau pendamping PKH. Sehingganya masyarakat memperoleh informasi jelas terkait perkembangan dan hasil capaian PKH.
Pentingnya kepastian atas penetapan wilayah baru dan jumlah calon peserta PKH untuk pengembangan tahun 2016 semestinya sudah disosialisasikan dan diterbitkan penetapannya sebelum memasuki awal tahun agar ruang waktu yang ada bisa optimal dalam pelaksanaannya. Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi, daerahpun tidak bisa menentukan mengingat belum adanya pendelegasian kewenangan akan hal tersebut. Sesuatu yang semestinya bisa diupayakan dengan cepat dan tepat terhalang hanya karena tidak adanya pendelegasian kewenangan, padahal daerah lebih memahami kondisi wilayahnya masing-masing termasuk berbagai aspek yang terkait. Untuk itu, jangan sampai PKH yang selama ini menjadi salah satu program pengentasan kemiskinan terbaik berubah menjadi sebuah program retorika belaka yang hanya mengusung kepentingan sepihak dan pencitraan belaka. Apalagi dijadikan kendaraan politik terselubung.
Penyelesaian masalah kecil yang mungkin belum pernah dicoba untuk dilaksanakan oleh para stake holder di tingkat pusat adalah pendelegasian rencana pengembangan PKH dengan melibatkan pendamping dan operator PKH di lapangan secara aktif. Caranya dengan memberikan kuota usulan calon peserta PKH yang berada di lingkungan wilayah dampingannya disertai data pendukung dan rekomendasi dari instansi dan dinas terkait. Sebagai misal di Kabupaten Pringsewu terdiri dari 28 orang pendamping PKH dimana setiap orang pendamping diberi kesempatan untuk mencari dan mengusulkan 50 sampai dengan 100 KSM non PKH untuk diusulkan menjadi peserta PKH pengembangan program. Mungkin data yang diperoleh akan lebih proposional dan mendekati riil, bisa jadi kuota 50 atau 100 KSM calon peserta PKH terlampaui. Selanjutnya sesi sortir data yang diperoleh dengan melibatkan leading sector terkait, cara sederhana dan mungkin bisa menjadi solusi mendapatkan output yang berkualitas bagi pengembangan lokasi baru PKH selanjutnya.idak Sebagai catatan untuk kegiatan seperti ini tidak mungkin dilakukan secara optimal hanya dengan hitungan hari, setidaknya diperlukan 2 minggu waktu efektif agar pendekatan data riil bisa lebih diupayakan.

Rekrutmen Pendamping dan Operator PKH Tahun 2016

Pengumuman akan adanya rekrutmen PKH beberapa waktu lalu sempat beredar melalui jejaring sosial secara viral di internal PKH, mungkin sudah menyebar ke publik. Tetapi tidak terlalu lama ada pengumuman resmi bahwa manajemen PKH Pusat belum mengeluarkan pengumuman resmi terkait rekrutmen Pendamping PKH tahun 2016. Bagi manajemen PKH Pusat mungkin kejadian ini bukanlah hal yang harus dipermasalahkan, tetapi dampak dari kejadian itu telah menimbulkan berbagai persepsi di kalangan pelaku PKH. Tidak kurang dari setingkat Pendamping dan Operator PKH di daerah telah pun menyampaikan kabar kepada teman dan kerabat untuk mempersiapkan data-data pendukung untuk turut mengajukan permohonan menjadi salah satu formasi yang ada. Ini adalah konsekuensi wajar akibat adanya rencana perluasan lokasi baru tahun 2016, bisa jadi juga berdampak bagi pelaku PKH setingkat Korwil dan yang lainnya.  Walau akhirnya dirilis juga pengumuman resmi atas hal tersebut di http://seleksisdmpkh2016.kemsos.go.id/, dan media cetak nasional.
Rekutmen pendamping PKH tahun 2016 adalah konsekuensi dari adanya rencana perluasan lokasi baru yang digadang-gadang akan menambah kepesertaan PKH menjadi 18,1 juta dari 6 juta target awal. Ini bukanlah persoalan yang biasa-biasa saja, sebagaimana perjalanan PKH sejak tahun 2007 sampai dengan kini baru menyentuh diangka 3,5 juta peserta PKH itupun sudah dilakukan dengan begitu susah payahnya. Apalagi sampai dengan 6 juta atau 18,1 juta peserta PKH, dengan banyaknya kelambanan penyelesaian proses bisnis PKH saat ini maka rekrutmen pendamping PKH tahun 2016 menjadi persoalan tersendiri. Belum adanya penetapan lokasi baru dan jumlah kuota setiap daerah pengembangan tahun 2016, serta berjalannya waktu hingga akhir April 2016 belum juga ada kepastian kapan dimulainya rekrutmen pendamping baru, maka bisa menyebabkan kualitas hasil dari rekrutmen menjadi tidak optimal. Hal tersebut sebagai imbas dari terbatasnya ketersediaan waktu serta proses rekrutmen yang panjang, kecuali adanya pendelegasian kewenangan rekrutmen kepada daerah sejak jauh-jauh hari mungkin bisa mengurangi beban kerja dan tanggung jawab PKH Pusat serta optimalisasi hasil rekrutmen bisa diupakan secara maksimal, tentunya dibarengi dengan pengawasan dan pendampingan secara intensif. Tetapi sebelum itu terlaksana, hendaknya perlu segera dilaksanakan diklat atas pendamping dan operator PKH hasil rekrutmen tahun 2015 agar pola kerja serta mindset mereka bisa diselaraskan dengan alur kebijakan PKH terkini dan itu adalah sesuatu yang mutlak untuk segera dilaksanakan. 

Penggantian Pendamping PKH

Sejak bulan November 2015 jajaran UPPKH Kabupaten Pringsewu telah melakukan proses pemetaan dan penilaian terhadap kinerja Operator dan Pendamping PKH, sebagai hasilnya adalah rekomendasi terhadap beberapa orang pendamping tidak diperpanjangnya SK-nya sejak Desember 2015. Akan tetapi hingga saat ini kepastian pendamping pengganti atas mereka yang tidak diperpanjang SK-nya belum kunjung ada kepastian. Sekalipun sudah lewat batas waktu atas pengajuan keberatan dari yang bersangkutan. Jika ada keraguan, semestinya hal tersebut sudah diantisipasi dengan monev yang dilakukan oleh UPPKH Pusat terhadap kinerja UPPKH di daerah, apalagi penilaian yang menghasilkan rekomendasi tersebut dilakukan Dinas Sosnakertrans sebagai leading sector serta Korwil yang merupakan staf ahli Kementerian Sosial. Kondisi ini terkesan adanya keraguan atas rekomendasi daerah atas penilaian kinerja operator dan pendamping PKH, apalagi bukti pendukung terlampir lengkap.
Lambannya proses pergantian pendamping yang tidak diperpanjang SK-nya sampai dengan bulan April 2016 telah menimbulkan beberapa kendala. Sebagai akibat lanjut dari itu adalah menurunnya motivasi kerja dan tidak fokusnya pelaksanaan pendampingan sosial oleh para pendamping PKH di lapangan. Bahkan pada titik tertentu menyebabkan kurang maksimalnya pelaksanaan proses bisnis PKH di lapangan sampai dengan rusaknya jadwal proses bisnis PKH yang lainnya. Belum lagi status korkab yang per Pebruari 2016 tidak lagi mempunyai daerah dampingan akan tetapi belum kunjung ada pendamping pengganti di kecamatan, kondisi ini sudah pasti terpecahnya pola dan strategi pelaksanaan pendampingan terhadap wilayah dampingan yang ada. Satu sisi tugas dan tanggung jawab sebagai korkab semakin luas, disisi lain belum adanya pendamping pengganti mengharuskan korkab untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Secara teknis mungkin tidak menjadi permasalahan besar bagi para pendamping PKH di lapangan, akan tetapi keadaan tersebut menjadikan penilaian buruk terhadap pelaksanaan program keluarga harapan terutama dari kalangan pelaku pendampingan sosial lainnya atas ketidakprofesionalan kinerja dan tata kelola PKH yang ada. Hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi apabila adanya konsekuensi pelaksanaan setiap proses bisnis PKH bisa tepat waktu dan pemberlakuan kebijakan yang dinamis dari UPPKH Pusat terhadap pelaksanaan PKH di daerah, terutama pada kewenangan UPPKH daerah untuk segera mengeluarkan surat perintah tugas oleh Dinsosnakertrans untuk pendamping pengganti yang direkomendasikan sambil menunggu SK dari UPPKH Pusat. Pada sisi lain, hal tersebut bisa mengurangi beban kerja dari UPPKH Pusat dengan pola pendelegasian kewenangan terhadap UPPKH Provinsi atas pelaksanaan setiap proses bisnis PKH.
Dari kesemua rangkaian kegiatan dalam bulan April 2016, ada beberapa kegiatan yang sifatnya insidentil akan tetapi mempunyai nilai strategis dalam hal kompetensi pendampingan PKH di lapangan, yaitu tampilnya peserta PKH sebagai utusan Kecamatan untuk mewakili kegiatan lomba B2SA serta UP2K tingkat Kabupaten Pringsewu dan berhasil keluar sebagai juara harapan 3. Kedua kegiatan tersebut menjadi sarana lobi nonformal dengan stake holder terkait dalam pelaksanaan PKH di lapangan sekaligus menunjukkan kualifikasi kompetensi pendamping PKH dalam melaksanakan pendampingan sosialnya, namun belum seluruhnya dari pendamping PKH yang ada di Kabupaten Pringsewu berkesempatan seperti itu.
Selain hal tersebut, pertemuan kelompok PKH yang menjadi tugas pokok pendamping PKH tetap dilaksanakan walau harus terganggu kegiatan lain sebagai koordinator kabupaten. Nantinya, dalam upaya optimalisasi capaian hasil proses bisnis PKH kegiatan pertemuan kelompok PKH yang rutin dilaksanakan bisa menjadi upaya percepatan pencapaian tujuan dari PKH secara khusus dan program pengentasan kemiskinan secara umum. Untuk itu sebagai bagian dari kewenangan koordinator kabupaten dalam hal “melakukan pengendalian pelaksanaan PKH di tingkat Kab/Kota (supervisi, fasilitasi dan mediasi)” maka perlu untuk dipastikan kegiatan pertemuan kelompok secara rutin dilakukan oleh setiap pendamping PKH, termasuk pemutakhiran data secara berkala, dan peningkatan kapabilitas serta profesionalisme kerja.
Selanjutnya sinergitas yang ada sebagai sebuah simbiosis mutualisme lintas sektoral dengan sendirinya menjalankan peran atas perubahan mindset para KSM peserta PKH dan mengupgrade kondisi ketidakmampuan dalam ekonomi dengan memberikan stimulan pendanaan untuk UEP, walau dibeberapa kelompok PKH sudah ada yang melakukannya secara mandiri. Hingga pada akhirnya, PKH sebagai program nasional dengan tujuan untuk memutuskan rantai-rantai kemiskinan bukan sekedar jargon tapi bisa kita wujudkan. Untuk itu perlu secara berkala adanya pemantapan terhadap komitmen dan kinerja korkab/kota dan pendamping PKH dalam upaya memelihara komitmen dan semangat kerja. Satu perkara penting yang perlu keberanian dalam melaksanakannya, yaitu jujur menilai kemampuan diri sendiri dan menerima setiap resiko dari tanggung jawab dan amanah yang diemban. PKH adalah pengemban misi sosial dalam perbaikan generasi anak bangsa, tidak bisa dilaksanakan sekedarnya apalagi menjadikannya sebagai alat pencapaian kepentingan golongan atau dipolitisasi. Dukung PKH untuk bisa memutuskan rantai-rantai kemiskinan bukan bukan menjadikan PKH sebagai alat dukung meraih kekuasaan.



3 komentar:

  1. Balasan
    1. Dipersilahkan untuk copas, terima kasih sudah mengunjungi blog saya dan memberi komentar ... sukses selalu ya Mas Admin Idsalim

      Hapus
    2. Berati apakah sudah tidak ada harapan untuk saya menjadi anggota PKH PAK?

      Hapus