Senin, 11 Juli 2016

... karena operator dan pendamping PKH bukanlah Satpam, Pengemudi, atau Petugas Kebersihan

Bukan bermaksud mengeluh atau mengkritisi kebijakan Pusat yang cenderung kontra produkstif, atau PHP dengan menjanjikan gaji 13 dan lain sebagainya. Pendampingan sosial tidak lantas terhenti hanya karena di PHP karena operator dan pendamping PKH bukanlah Satpam, Pengemudi, atau Petugas Kebersihan

Pembukaan Pelatihan Good Parenting Oleh Bupati Pringsewu
Bagi seorang pendamping sosial terutama pendamping PKH, rutinitas kesehariannya adalah sebagai upaya mewujudkan tujuan akhir program keluarga harapan secara nasional tidak pernah sepi dari agenda, mulai dari rutinitas terkait P2K2 (pertemuan pemantapan kemampuan keluarga) atau yang lazim disebut sebagai pertemuan kelompok PKH bulanan, sampai dengan agenda-agenda peningkatan kecakapan dan keterampilan si pendamping sendiri. Sedari awal keberadaan program keluarga harapan menuntut bagi para pendamping PKH untuk memiliki multi talenta walau upaya untuk itu sendiri seperti kurang diperhatikan, walhasil hanya sebagaian dari pendamping PKH saja yang mempunyai komitmen besar untuk terus mengupayakan peningkatan kualitas kemampuan diri terkait pendampingan sosial yang menjadi profesinya. Baik itu diupayakan secara mandiri atau ikut aktif dalam pelatihan dan kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh instansi terkait atau lintas program terkait. Seperti halnya pelatihan good parenting yang diadakan oleh salah satu lembaga perlindungan anak bekerja sama dengan LKKS Kabupaten Pringsewu pada tanggal 2-4 Juni 2016 yang lalu. Rencananya, kegiatan tersebut akan diagendakan untuk seluruh pendamping PKH yang ada di Propinsi Lampung sebagai upaya meningkatkan keterampilan pendamping PKH dalam pendampingan sosialnya.
Bukan sekedar diperolehnya tambahan keterampilan oleh pendamping PKH semata akan tetapi berbagai agenda kegiatan yang dilaksanakan sebagai rangkaian proses bisnis PKH juga bisa berdampak positip langsung kepada KSM peserta PKH. Setidaknya hal tersebut yang bisa diupayakan oleh pendamping PKH dalam setiap pertemuan kelompok pada wilayah dampingannya. Sebagaimana amanah program yang tertuang dalam agenda nasionalnya bahwa pendamping PKH berkewajiban memastikan seluruh peserta PKH dampingannya mendapatkan manfaat dari komplementaritas program sebagai wujud inisiative baru PKH, namun demikian tetap tidak terlewatkannya agenda rutin sebagai proses bisnis PKH yang ada dalam bulan berjalan.      

Pendampingan Sosial dan Komplementaritas Program PKH 2016

Pendampingan sosial yang dilakukan oleh pendamping PKH menjadi harapan besar untuk tercapainya tingkat kesejahteraan yang lebih baik agar bisa mengantarkan KSM peserta PKH menuju gerbang kebebasan dari kemiskinan dan keterpurukan. Untuk itulah diperlukannya komitmen yang kuat dalam melaksanakan tugas kerjanya dalam pendampingan sosial, serta mengupayakan kepastian terlaksananya komplementaritas program bagi seluruh peserta PKH dampinganya. Komplementaritas yang merupakan komponen pelengkap program untuk memenuhi kebutuhan dasar KSM berupa program perlindungan sosial dan jaminan sosial didesain untuk saling melengkapi sehingga menimbulkan daya ungkit yang besar dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin. Dalam hal ini seluruh peserta PKH berhak memperoleh bantuan komplementaritas lainnya dan itu menjadi agenda utama bagi pendamping PKH dalam pendampingan sosial yang dilakukannya.
Untuk menwujudkan hal tersebut tidak cukup hanya bertumpu pada inisiasi dari pendamping PKH semata, akan tetapi perlu adanya upaya serius yang terintegrasi antar elemen pokok yang terlibat langsung dalam pelaksanaan PKH. Mulai dari perencanaan, pemetaan, penyusunan program, sampai dengan eksekusi program di lapangan. Serta bagian penting yang menjadi keharusan adalah monitoring dan evaluasi atas setiap tahapan satuan program yang dilaksanakan. Pada titik inilah terdapat pertemuan antara stake holder dan pelaksana program di lapangan yang bisa sangat menentukan apakah satuan program yang dilaksanakan sesuai sasaran dan apakah peserta PKH sudah mendapatkan manfaat atas setiap program yang ada sebagai amanat komplementaritas program PKH. Ini menjadi sangat penting untuk dipastikan, karena desain awal adanya program-program pelengkap tersebut untuk mempercepat daya ungkit agar KSM peserta PKH segera mentas dari kemiskinannya.
Kartu-kartu sebagai tanda berhaknya atas manfaat program pemerintah bagi masyarakat miskin adalah wujud
dari komplementaritas program, walau masih banyak terjadi tidak tepat sasaran
Berdasarkan pada hal tersebut, maka seluruh pendamping PKH diharapkan secara berterusan memiliki inisiasi untuk mengevaluasi pelaksanaan pendampingan sosial yang dilakukannya hingga bisa memastikan seluruh peserta PKH dampingannya sudah mendapatkan setiap program dari komplementaritas program yang ada. Upaya tersebut bisa dimulai dengan memutahirkan data base KSM dampingan, advokasi, dan meningkatkan sinergitas dan koordinasi rutin dengan stake holder terkait. Jika semua sudah bisa terintegrasi dengan baik, maka capaian hasil atas komplementaritas program PKH akan memberikan dampak atas perbaikan tingkat kemampuan dan kesejahteraan KSM peserta PKH. Namun yang menjadi pertanyaan besar dalam hal ini, sudahkah setiap pendamping PKH memiliki cukup pengetahuan dan telah mampu melaksanakan kewajibannya dalam mengupayakan kompementaritas program PKH tersebut?

Final Closing dan Penyaluran Bantuan PKH Tahap 2 tahun 2016

Proses final closing telah dilakukan oleh operator PKH Kabupaten Pringsewu sejak awal bulan Juni tahun 2016, dan dari seluruh rangkaian kegiatannya pun telah dilaksanakan oleh para pendamping PKH berupa pengecekan data hasil temporary untuk memastikan apakah capaian komitmen sudah sesuai dengan bantuan yang akan diterima. Sebagai suatu kelaziman adalah diteruskan dengan proses pengisian giro 6 dan penjadwalan penyaluran bantuan PKH. Akan tetapi tidak adanya kepastian pelaksanaan penyaluran bantuan PKH sejak awal menjadikan masalah baru bagi pendamping PKH. Seyogyanya adanya kepastian akan setiap pelaksanaan proses bisnis PKH di lapangan bisa membantu pendamping PKH dalam pengaturan strategi dan perencanaan tahapan pendampingan, karena PKH tidak hanya selesai pada penyaluran bantuan saat sudah dilaksanakannya verifikasi atas komitmen peserta PKH akan tetapi berlanjut pada bagaimana pemanfaatan dana bantuan PKH yang secara signifikan bisa disisikan sebagaian untuk digunakan dalam usaha ekonomi produktif.
Monitoring penyaluran bantuan PKH oleh Korwil PKH Lampung 1 di Kantor POS Gadingrejo
Mengingat kian besarnya beban tanggung jawab dari pendamping PKH dalam misi pencapaian tujuan PKH secara nasional, maka sangat diperlukan adanya penetapan dari pihak manajemen PKH Pusat dalam penentuan jadwal atas pelaksanaan proses bisnis PKH seperti halnya penyaluran bantuan PKH. Dengan adanya penetapan itu, maka secara otomatis itu bisa menjadi landasan serta penentuan target yang harus dicapai bersama, dampaknya akan menyebabkan ritme pendampingan sosial tidak stag atau terburu-buru karena terhadang dead line sehingga menghasilkan out put yang kurang optimal. Penyaluran bantuan adalah satu dari proses bisnis PKH yang bisa ditetapkan waktu pelaksanaannya sejak awal sekali bahkan empat termin dalam setahun sekaligus. Sebagai upaya untuk bisa dilaksanakan sesuai jadwal perlu adanya koordinasi yang terintegrasi antara pihak terkait dan ketersediaan logistik yang cukup, serta tidak terjebak dengan proses serimonial belaka (pencitraan).  
Selain hal di atas yang menjadi catatan penting dalam penyaluran bantuan tahap 2 tahun 2016 kali ini adalah perubahan pemberian bantuan tahunan yang telah digeser di tahap satu. Dalam konteks kemanfaatan dana bagi masyarakat terutama KSM peserta PKH mungkin kebijakan ini perlu dikaji ulang, sebab walau bagaimanapun juga KSM PKH tidak memiliki kontrol keuangan yang bagus sehingga bisa memanfaatkan bantuan secara optimal dan akumulasi kebutuhan dana yang besar terutama bagi KSM yang memiliki anak sekolah adalah pada bulan-bulan dimana bantuan tahap 2 disalurkan, yaitu Juni dan Juli.

Verifikasi Tahap 3 Tahun 2016

Berkaitan dengan penyaluran bantuan PKH, pelaksanakan verifikasi tahap 3 pada bulan Mei, Juni, Juli dimaksudkan untuk mengindentifikasi capaian komitmen KSM peserta PKH. Satu hal penting yang mungkin perlu untuk dikaji ulang adalah durasi waktu pelaksanaan verifikasi per tiga bulan. Selama ini penetapan waktu verifikasi per tahapnya dimulai dari November-Januari, Pebruari-April, Mei-Juli, Agustus-Oktober selama tahun berjalan. Sementara ini keberadaan siswa sekolah selesai di bulan Juni, akan tetapi pada saat penyaluran bantuan tahap 3 ART KSM yang sudah beda jenjang sekolah masih mengikut jenjang sebelumnya dan yang sudah lulus masih mendapat bantuan.    
Berdasarkan dari kenyataan yang ada apakah tidak lebih baiknya hitungan verifikasi tahap 1 dimulai dari bulan Oktober-Desember, tahap 2 dari bulan Januari-Maret, tahap 3 dari bulan April-Juni, dan tahap 4 dari bulan Juli-September. Dengan demikian tidak terjadi kerancuan pada saat penyauran bantuan karena komponen yang diverifikasi berada dalam bulan dimana dilakukan perhitungan terhadap pemenuhan komitmen. Dampaknya nanti tidak lagi yang sudah selesai SMA/MA/SMK pada bulan Juni mendapatkan bantuan pada verifikasi tahap 4 yang dilakukan pada bulan Juli-September. Sementara bagi daerah ada pengurangan beban kegiatan pada bulan Desember, karena yang tadinya diisi dengan kegiatan penyaluran bantuan diakhir tahun jadi hanya pelaksanaan verifikai saja.

Penggunaan Biaya Operasional Pendamping dan Operator

Bantuan biaya operasional pendamping kecamatan adalah satu kebijakan dari program dengan maksud untuk membantu meningkatkan kinerja pendampingan sosial bagi para pendamping PKH di kecamatan dimana mereka bertugas, bahkan kebijakan tahun ini ada pula bantuan operasional untuk operator di kabupaten/kota. Jika bantuan operasional tersebut dimaksudkan untuk memperkuat kinerja pendamping PKH dalam rangka pendampingan sosial dan pengentasan kemiskinan, maka sudah selayaknya dengan bantuan tersebut menjadikan ritme kerja pendampingan sosial yang dilakukan oleh pendamping PKH di kecamatan bisa meningkat. Apa lagi bila disinergikan dengan adanya bantuan insentif dari kabupaten/kota yang berasal dari dana sharing APBD yang selama ini sudah ada.
Terkait hal tersebut, perlu adanya evaluasi secara seksama dan kajian atas kebijakan yang sudah dijalankan. Apakah efisiensi dan pemanfaatannya sudah sesuai dengan out put yang diharapkan, atau sebaliknya perlu adanya penambahan secara signifikan dari daerah untuk lebih meningkatkan optimasi pendampingan para pendamping PKH di lapangan. Hal ini sangat penting artinya mengingat beban yang kian berat dari pelaksanaan PKH. Bukan sekedar adanya penambahan komponen penerima manfaat program yang harus diverifikasi, akan tetapi adanya inisiatif baru dan tanggung jawab terhadap keberhasilan para pendamping untuk bisa terwujudnya komplementaritas program bagi peserta PKH dampingannya. Sebab adanya sinergitas menjadi syarat mutlak untuk bisa terwujudnya komplementaritas program di lapangan.
Pada sisi lain pemanfaatan dana bantuan operasional pendamping di kecamatan juga perlu adanya evaluasi secara proposional, hal ini dimaksudkan agar efisiensi dan efektifitas adanya bantuan operasional tersebut bisa dipertanggung jawabkan secara profesional. Ketika ada hukum yang mengatakan loyalitas mengikut dari kelayakan, maka monitoring dan evaluasi adalah kata kunci untuk menyelesaikan ini di lapangan atas pelaksanaan PKH, sebab pendamping PKH bukanlah seorang Satpam, Pengemudi, atau Petugas Kebersihan. Walau semestinya, pengabdian dan profesionalitas pendampingan sosial bagi seorang pendamping adalah komitmen dan komitmen terbaik adalah Komitmen Tanpa Syarat. Hingga suatu saat, dengan adanya sinergitas dan komitmen tinggi dari pendamping PKH dan Pemerintah Daerah akan menjadikan pelaksanaan PKH yang berkualitas dan pemenuhan atas sarana dan prasarana yang layak. Semoga.

Rapat Tim Koordinasi Teknis dan Sosialisasi

PKH telah ditetapkan menjadi program nasional dan pemerintah telah menyediakan dana yang relatif besar untuk menunjang pelaksanaan dan kesuksesan program tersebut. Banyak elemen yang terlibat dalam wadah sinergitas program, baik di pusat hingga pelaksanaan pendampingan KSM PKH di lapangan. Begitu banyaknya polemik dan permasalahan yang bisa timbul dalam keseharian pelaksanaan PKH di lapangan, dan itu tidak untuk dibiarkan atau adanya pembiaran. Perlu satu resolusi penyelesaian bersama antara stake holder dan pelaku program di lapangan untuk menghindari silang pendapat dan kekeliruan penjabaran pelaksanaan program di lapangan. Hingga pada titik tertentu PKH menjadi stag atau semakin terlihat wujud komplementaritasnya dalam percepatan pengentasan kemiskinan di tanah air. Konsep ini yang perlu ada pada setiap komponen program, terutama stake holder dan pelaku di lapangan. Untuk itulah perlu adanya koordinasi berkesinambungan dan sosialisasi di segala lapisan masyarakat, pada konteks ini maka keterlaksanaan Rapat Tim Koordinasi Teknis menjadi mutlak dan jika tidak maka bisa dipastikan tidak optimalnya pelaksanaan dan pencapaian PKH di lapangan.
Mengingat begitu strategisnya peran dan fungsi dari adanya Rapat Tim Koordinasi Teknis dalam optimalisasi pelaksanaan dan sosialisasi PKH maka sudah seharusnya hal tersebut menjadi prioritas pelaksanaan PKH baik di daerah ataupun pusat. Bahkan secara tegas hal ini harus dipastikan terlaksana di setiap lapisan, mulai dari Tim Koordinasi Teknis di Kecamtan sampai dengan Pusat. Rapat Tim Koordinasi Teknis ibarat ruh pelaksanaan PKH di lapangan yang akan menentukan irama dan ritme pelaksanaan program dan pendampingan sosial dan penentu arah kebijakan dan sinergitas program di lapangan. Untuk itulah agenda secara berkala sangat penting untuk ditetapkan, jika mungkin pada pelaksanan rapat tersebut dijadikan sarana pembuatan formulasi pelaksanaan PKH di lapangan agar bisa lebih disesuaikan dengan kearifan lokal setiap daerah. Karena bisa jadi karakteristik yang berbeda dari setiap daerah yang berbeda bila tidak disikapi dengan bijak akan menjadi batu sandungan dan penghambat pelaksanaan PKH di daerah atau bisa berdampak secara nasional.
Selain memegang peran strategis, Rapat Tim Koordinasi Teknis ini bisa dijadikan sarana mengupgrade motivasi bagi para stake holder dan pelaksana PKH di lapangan. Hingga pada kondisi yang ideal adanya semangat dan motivasi dari para stake holder dan pelaku PKH akan menghasilkan sinergitas luar biasa untuk pencapaian hasil pelaksanaan program yang luar biasa pula. Sebab kemiskinan sudah menjadi masalah yang sangat luar biasa, jadi harus diatasi dengan semangat dan cara yang luar biasa juga.

Koordinasi Antar Personal

Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Itu adalah satu pepatah populer yang sudah tidak asing lagi, akan tetapi implementasi dari pepatah tersebut bisa saja menjadi ruh atas pelaksanaan PKH secara personal. Hal ini sangat penting artinya dalam rangka menjalin sinergitas yang melibatkan antar personal mulai dari pendamping PKH sampai dengan stake holder di itngkat penentu kebijakan. Dalam konteks keseharian di lapangan kondisi ini lebih tepat berada pada posisi pendamping PKH sampai dengan Korwil, yang memang dalam kesehariannya harus bisa mencairkan setiap kebekuan yang ada dalam pelaksanaan proses bisnis PKH. Karenanya koordinasi antar personal atau lobi menjadi hal yang sangat penting. Sebagai misal adalah dilakukannya koordinasi personal antara koordinator kabupaten Pringsewu dengan Kabidsos Bappeda Kabupaten Pringsewu yang baru (Bapak Tri Antara) untuk perkenalan dan penyamaan visi misi dalam hal pengentasan kemiskinan terutama menyangkut pelaksanaan PKH.
Dengan adanya koordinasi antar personal maka akan terbangun hubungan yang baik dan mulai terjalinnya sinergitas yang selanjutnya bisa ditingkatkan dalam koordinasi teknis pelaksanaan PKH di lapangan. Ini juga menjadi bagian strategi untuk mencegah terjadinya kebekuan salah satu lini pelaksanaan PKH atau untuk mencairkan kebekuan yang ada mengingat posisi strategis Bappeda dalam Tim Koordinasi Teknis di daerah. Pada akhirnya semua itu dilakukan semata-mata untuk mengupayakan pelaksanaan PKH lebih baik lagi dan untuk pencapaian hasil yang optimal.
Dari kesemua rangkaian kegiatan dalam setiap bulannya terutama pada Juni 2016 yang lalu, ada beberapa kegiatan yang sifatnya informal akan tetapi mempunyai nilai strategis dalam hal pendampingan PKH di lapangan agar tercapainya koordinasi dengan lembaga lain seperti pelaksanaan good parenting yang melibatkan beberapa komponen masyarakat yang berkaitan dengan sosial dan pendidikan, dan safari romadhon menjadi sarana lobi nonformal dengan stake holder terkait dalam pelaksanaan PKH di lapangan sekaligus menunjukkan kualifikasi kompetensi pendamping PKH dalam melaksanakan pendampingan sosialnya. Tidak kalahpentingnya dalam hal itu adalah realisasi atas empaty kepada sesama pekerja sosial terutama pendamping PKH, seperti yang dilakukan oleh Korwil PKH Lampung 1 Bapak Irpangi, SE., MM. yang rela menempuh jarak ratusan kilo meter hanya sekedar untuk turut hadir dalam prosesi pemakaman salah seorang Pendamping PKH yang meninggal dunia pada hari Raya Idul Fitri H+3 yang lalu di Kabupaten Pesisir Barat. Ini bukan sekedar tauladan bagi para tenaga ahli (Korwil PKH), tetapi lebih dari itu. Kehadiran seorang Korwil PKH yang dalam kondisi dimana banyak orang disibukkan dengan kegiatan seremoni keluarga dan libur bersama setidaknya menjadi amunisi tersendiri dalam mempertahankan komitmen sekalipun menyambut hari Raya serta libur bersama dengan sebuat PHP dan pada saat yang bersaman pihak manajemen PKH Pusat tidak lebih menyamakan para operator dan pendamping PKH sebagai seorang Satpam, Pengemudi, atau Petugas Kebersihan.
Selanjutnya sinergitas yang ada sebagai sebuah simbiosis mutualisme lintas sektoral dengan sendirinya menjalankan peran atas perubahan mindset para KSM peserta PKH dan mengupgrade kondisi ketidakmampuan ekonomi dengan memberikan stimulant pendanaan untuk UEP, walau dibeberapa kelompok PKH sudah ada yang melakukannya secara mandiri. Hingga pada akhirnya, PKH sebagai program nasional dengan tujuan untuk memutuskan rantai-rantai kemiskinan bukan sekedar jargon tapi bias kita wujudkan. Untuk itu perlu secara berkala adanya pemantapan terhadap komitmen dan kinerja korkab/korkot dan pendamping PKH dalam upaya memelihara komitmen dan semangat kerja, bukan ditiadakan dengan alasan efisiensi sebagaimana saat ini. Satu perkara penting yang memerlukan keberanian dalam melaksanakannya, yaitu jujur menilai kemampuan diri sendiri dan menerima setiap resiko dari tanggung jawab dan amanah yang diemban. PKH adalah pengemban misi sosial dalam perbaikan generasi anak bangsa, tidak bisa dilaksanakan sekedarnya apalagi menjadikannya sebagai alat pencapaian kepentingan golongan atau dipolitisasi. Dukung PKH untuk bisa memutuskan rantai-rantai kemiskinan bukan bukan menjadikan PKH sebagai alat dukung meraih kekuasaan, karena operator dan pendamping PKH bukanlah Satpam, Pengemudi, atau Petugas Kebersihan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar