Bukan bermaksud mengeluh atau mengkritisi kebijakan Pusat
yang cenderung kontra produkstif, atau PHP dengan menjanjikan gaji 13 dan lain
sebagainya. Pendampingan sosial tidak lantas terhenti hanya karena di PHP karena
operator dan pendamping PKH bukanlah Satpam, Pengemudi, atau Petugas Kebersihan
Pembukaan Pelatihan Good Parenting Oleh Bupati Pringsewu |
Bukan sekedar diperolehnya
tambahan keterampilan oleh pendamping PKH semata akan tetapi berbagai agenda
kegiatan yang dilaksanakan sebagai rangkaian proses bisnis PKH juga bisa
berdampak positip langsung kepada KSM peserta PKH. Setidaknya hal tersebut yang
bisa diupayakan oleh pendamping PKH dalam setiap pertemuan kelompok pada
wilayah dampingannya. Sebagaimana amanah program yang tertuang dalam agenda
nasionalnya bahwa pendamping PKH berkewajiban memastikan seluruh peserta PKH
dampingannya mendapatkan manfaat dari komplementaritas program sebagai wujud
inisiative baru PKH, namun demikian tetap tidak terlewatkannya agenda rutin
sebagai proses bisnis PKH yang ada dalam bulan berjalan.
Pendampingan Sosial dan Komplementaritas Program PKH 2016

Untuk menwujudkan hal tersebut tidak cukup hanya
bertumpu pada inisiasi dari pendamping PKH semata, akan tetapi perlu adanya
upaya serius yang terintegrasi antar elemen pokok yang terlibat langsung dalam
pelaksanaan PKH. Mulai dari perencanaan, pemetaan, penyusunan program, sampai
dengan eksekusi program di lapangan. Serta bagian penting yang menjadi
keharusan adalah monitoring dan evaluasi atas setiap tahapan satuan program
yang dilaksanakan. Pada titik inilah terdapat pertemuan antara stake holder dan
pelaksana program di lapangan yang bisa sangat menentukan apakah satuan program
yang dilaksanakan sesuai sasaran dan apakah peserta PKH sudah mendapatkan manfaat
atas setiap program yang ada sebagai amanat komplementaritas program PKH. Ini
menjadi sangat penting untuk dipastikan, karena desain awal adanya
program-program pelengkap tersebut untuk mempercepat daya ungkit agar KSM
peserta PKH segera mentas dari kemiskinannya.
![]() |
Kartu-kartu sebagai tanda berhaknya atas manfaat program pemerintah bagi masyarakat miskin adalah wujud dari komplementaritas program, walau masih banyak terjadi tidak tepat sasaran |
Final Closing dan Penyaluran Bantuan PKH Tahap 2 tahun 2016
Proses final closing telah dilakukan oleh
operator PKH Kabupaten Pringsewu sejak awal bulan Juni tahun 2016, dan dari
seluruh rangkaian kegiatannya pun telah dilaksanakan oleh para pendamping PKH
berupa pengecekan data hasil temporary untuk memastikan apakah capaian komitmen
sudah sesuai dengan bantuan yang akan diterima. Sebagai suatu kelaziman adalah
diteruskan dengan proses pengisian giro 6 dan penjadwalan penyaluran bantuan
PKH. Akan tetapi tidak adanya kepastian pelaksanaan penyaluran bantuan PKH
sejak awal menjadikan masalah baru bagi pendamping PKH. Seyogyanya adanya
kepastian akan setiap pelaksanaan proses bisnis PKH di lapangan bisa membantu
pendamping PKH dalam pengaturan strategi dan perencanaan tahapan pendampingan,
karena PKH tidak hanya selesai pada penyaluran bantuan saat sudah
dilaksanakannya verifikasi atas komitmen peserta PKH akan tetapi berlanjut pada
bagaimana pemanfaatan dana bantuan PKH yang secara signifikan bisa disisikan
sebagaian untuk digunakan dalam usaha ekonomi produktif.
Monitoring penyaluran bantuan PKH oleh Korwil PKH Lampung 1 di Kantor POS Gadingrejo |
Selain hal di atas yang menjadi catatan penting
dalam penyaluran bantuan tahap 2 tahun 2016 kali ini adalah perubahan pemberian
bantuan tahunan yang telah digeser di tahap satu. Dalam konteks kemanfaatan
dana bagi masyarakat terutama KSM peserta PKH mungkin kebijakan ini perlu
dikaji ulang, sebab walau bagaimanapun juga KSM PKH tidak memiliki kontrol
keuangan yang bagus sehingga bisa memanfaatkan bantuan secara optimal dan
akumulasi kebutuhan dana yang besar terutama bagi KSM yang memiliki anak
sekolah adalah pada bulan-bulan dimana bantuan tahap 2 disalurkan, yaitu Juni
dan Juli.
Verifikasi Tahap 3 Tahun 2016
Berkaitan dengan penyaluran
bantuan PKH, pelaksanakan verifikasi tahap 3 pada bulan Mei, Juni, Juli
dimaksudkan untuk mengindentifikasi capaian komitmen KSM peserta PKH. Satu hal
penting yang mungkin perlu untuk dikaji ulang adalah durasi waktu pelaksanaan
verifikasi per tiga bulan. Selama ini penetapan waktu verifikasi per tahapnya
dimulai dari November-Januari, Pebruari-April, Mei-Juli, Agustus-Oktober selama
tahun berjalan. Sementara ini keberadaan siswa sekolah selesai di bulan Juni,
akan tetapi pada saat penyaluran bantuan tahap 3 ART KSM yang sudah beda
jenjang sekolah masih mengikut jenjang sebelumnya dan yang sudah lulus masih
mendapat bantuan.
Berdasarkan dari kenyataan
yang ada apakah tidak lebih baiknya hitungan verifikasi tahap 1 dimulai dari
bulan Oktober-Desember, tahap 2 dari bulan Januari-Maret, tahap 3 dari bulan
April-Juni, dan tahap 4 dari bulan Juli-September. Dengan demikian tidak
terjadi kerancuan pada saat penyauran bantuan karena komponen yang diverifikasi
berada dalam bulan dimana dilakukan perhitungan terhadap pemenuhan komitmen.
Dampaknya nanti tidak lagi yang sudah selesai SMA/MA/SMK pada bulan Juni
mendapatkan bantuan pada verifikasi tahap 4 yang dilakukan pada bulan
Juli-September. Sementara bagi daerah ada pengurangan beban kegiatan pada bulan
Desember, karena yang tadinya diisi dengan kegiatan penyaluran bantuan diakhir
tahun jadi hanya pelaksanaan verifikai saja.
Penggunaan Biaya Operasional Pendamping dan Operator
Bantuan biaya
operasional pendamping kecamatan adalah satu kebijakan dari program dengan
maksud untuk membantu meningkatkan kinerja pendampingan sosial bagi para
pendamping PKH di kecamatan dimana mereka bertugas, bahkan kebijakan tahun ini
ada pula bantuan operasional untuk operator di kabupaten/kota. Jika bantuan operasional
tersebut dimaksudkan untuk memperkuat kinerja pendamping PKH dalam rangka
pendampingan sosial dan pengentasan kemiskinan, maka sudah selayaknya dengan
bantuan tersebut menjadikan ritme kerja pendampingan sosial yang dilakukan oleh
pendamping PKH di kecamatan bisa meningkat. Apa lagi bila disinergikan dengan
adanya bantuan insentif dari kabupaten/kota yang berasal dari dana sharing APBD
yang selama ini sudah ada.
Terkait hal tersebut, perlu adanya evaluasi
secara seksama dan kajian atas kebijakan yang sudah dijalankan. Apakah
efisiensi dan pemanfaatannya sudah sesuai dengan out put yang diharapkan, atau
sebaliknya perlu adanya penambahan secara signifikan dari daerah untuk lebih
meningkatkan optimasi pendampingan para pendamping PKH di lapangan. Hal ini
sangat penting artinya mengingat beban yang kian berat dari pelaksanaan PKH.
Bukan sekedar adanya penambahan komponen penerima manfaat program yang harus
diverifikasi, akan tetapi adanya inisiatif baru dan tanggung jawab terhadap
keberhasilan para pendamping untuk bisa terwujudnya komplementaritas program
bagi peserta PKH dampingannya. Sebab adanya sinergitas menjadi syarat mutlak
untuk bisa terwujudnya komplementaritas program di lapangan.
Pada sisi lain pemanfaatan dana bantuan operasional
pendamping di kecamatan juga perlu adanya evaluasi secara proposional, hal ini
dimaksudkan agar efisiensi dan efektifitas adanya bantuan operasional tersebut
bisa dipertanggung jawabkan secara profesional. Ketika ada hukum yang
mengatakan loyalitas mengikut dari kelayakan, maka monitoring dan evaluasi
adalah kata kunci untuk menyelesaikan ini di lapangan atas pelaksanaan PKH,
sebab pendamping PKH bukanlah seorang
Satpam, Pengemudi, atau Petugas Kebersihan. Walau semestinya, pengabdian dan
profesionalitas pendampingan sosial bagi seorang pendamping adalah komitmen dan
komitmen terbaik adalah Komitmen Tanpa Syarat. Hingga suatu saat, dengan adanya
sinergitas dan komitmen tinggi dari pendamping PKH dan Pemerintah Daerah akan
menjadikan pelaksanaan PKH yang berkualitas dan pemenuhan atas sarana dan
prasarana yang layak. Semoga.
Rapat Tim Koordinasi Teknis dan Sosialisasi
PKH telah ditetapkan menjadi program nasional
dan pemerintah telah menyediakan dana yang relatif besar untuk menunjang
pelaksanaan dan kesuksesan program tersebut. Banyak elemen yang terlibat dalam
wadah sinergitas program, baik di pusat hingga pelaksanaan pendampingan KSM PKH
di lapangan. Begitu banyaknya polemik dan permasalahan yang bisa timbul dalam
keseharian pelaksanaan PKH di lapangan, dan itu tidak untuk dibiarkan atau
adanya pembiaran. Perlu satu resolusi penyelesaian bersama antara stake holder
dan pelaku program di lapangan untuk menghindari silang pendapat dan kekeliruan
penjabaran pelaksanaan program di lapangan. Hingga pada titik tertentu PKH
menjadi stag atau semakin terlihat wujud komplementaritasnya dalam percepatan
pengentasan kemiskinan di tanah air. Konsep ini yang perlu ada pada setiap
komponen program, terutama stake holder dan pelaku di lapangan. Untuk itulah perlu
adanya koordinasi berkesinambungan dan sosialisasi di segala lapisan
masyarakat, pada konteks ini maka keterlaksanaan Rapat Tim Koordinasi Teknis
menjadi mutlak dan jika tidak maka bisa dipastikan tidak optimalnya pelaksanaan
dan pencapaian PKH di lapangan.
Mengingat begitu strategisnya peran dan fungsi
dari adanya Rapat Tim Koordinasi Teknis dalam optimalisasi pelaksanaan dan
sosialisasi PKH maka sudah seharusnya hal tersebut menjadi prioritas
pelaksanaan PKH baik di daerah ataupun pusat. Bahkan secara tegas hal ini harus
dipastikan terlaksana di setiap lapisan, mulai dari Tim Koordinasi Teknis di
Kecamtan sampai dengan Pusat. Rapat Tim Koordinasi Teknis ibarat ruh
pelaksanaan PKH di lapangan yang akan menentukan irama dan ritme pelaksanaan
program dan pendampingan sosial dan penentu arah kebijakan dan sinergitas
program di lapangan. Untuk itulah agenda secara berkala sangat penting untuk
ditetapkan, jika mungkin pada pelaksanan rapat tersebut dijadikan sarana
pembuatan formulasi pelaksanaan PKH di lapangan agar bisa lebih disesuaikan dengan
kearifan lokal setiap daerah. Karena bisa jadi karakteristik yang berbeda dari
setiap daerah yang berbeda bila tidak disikapi dengan bijak akan menjadi batu
sandungan dan penghambat pelaksanaan PKH di daerah atau bisa berdampak secara
nasional.
Selain memegang peran strategis, Rapat Tim
Koordinasi Teknis ini bisa dijadikan sarana mengupgrade motivasi bagi para
stake holder dan pelaksana PKH di lapangan. Hingga pada kondisi yang ideal
adanya semangat dan motivasi dari para stake holder dan pelaku PKH akan
menghasilkan sinergitas luar biasa untuk pencapaian hasil pelaksanaan program
yang luar biasa pula. Sebab kemiskinan sudah menjadi masalah yang sangat luar
biasa, jadi harus diatasi dengan semangat dan cara yang luar biasa juga.
Koordinasi Antar Personal
Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak
cinta. Itu adalah satu pepatah populer yang sudah tidak asing lagi, akan tetapi
implementasi dari pepatah tersebut bisa saja menjadi ruh atas pelaksanaan PKH
secara personal. Hal ini sangat penting artinya dalam rangka menjalin
sinergitas yang melibatkan antar personal mulai dari pendamping PKH sampai
dengan stake holder di itngkat penentu kebijakan. Dalam konteks keseharian di
lapangan kondisi ini lebih tepat berada pada posisi pendamping PKH sampai dengan
Korwil, yang memang dalam kesehariannya harus bisa mencairkan setiap kebekuan
yang ada dalam pelaksanaan proses bisnis PKH. Karenanya koordinasi antar
personal atau lobi menjadi hal yang sangat penting. Sebagai
misal adalah dilakukannya koordinasi personal antara koordinator kabupaten
Pringsewu dengan Kabidsos Bappeda Kabupaten Pringsewu yang baru (Bapak Tri
Antara) untuk perkenalan dan penyamaan visi misi dalam hal pengentasan
kemiskinan terutama menyangkut pelaksanaan PKH.
Dengan adanya koordinasi antar personal maka
akan terbangun hubungan yang baik dan mulai terjalinnya sinergitas yang
selanjutnya bisa ditingkatkan dalam koordinasi teknis pelaksanaan PKH di
lapangan. Ini juga menjadi bagian strategi untuk mencegah terjadinya kebekuan
salah satu lini pelaksanaan PKH atau untuk mencairkan kebekuan yang ada
mengingat posisi strategis Bappeda dalam Tim Koordinasi Teknis di daerah. Pada
akhirnya semua itu dilakukan semata-mata untuk mengupayakan pelaksanaan PKH
lebih baik lagi dan untuk pencapaian hasil yang optimal.
Dari kesemua rangkaian kegiatan dalam setiap bulannya terutama pada Juni 2016 yang lalu, ada beberapa kegiatan yang sifatnya informal akan tetapi mempunyai
nilai strategis dalam hal pendampingan PKH di lapangan agar tercapainya
koordinasi dengan lembaga lain seperti pelaksanaan good parenting yang
melibatkan beberapa komponen masyarakat yang berkaitan dengan sosial dan
pendidikan, dan safari romadhon menjadi sarana lobi nonformal dengan stake
holder terkait dalam pelaksanaan PKH di lapangan sekaligus menunjukkan kualifikasi
kompetensi pendamping PKH dalam melaksanakan pendampingan sosialnya. Tidak
kalahpentingnya dalam hal itu adalah realisasi atas empaty kepada sesama
pekerja sosial terutama pendamping PKH, seperti yang dilakukan oleh Korwil PKH
Lampung 1 Bapak Irpangi, SE., MM. yang rela menempuh jarak ratusan kilo meter
hanya sekedar untuk turut hadir dalam prosesi pemakaman salah seorang Pendamping
PKH yang meninggal dunia pada hari Raya Idul Fitri H+3 yang lalu di Kabupaten
Pesisir Barat. Ini bukan sekedar tauladan bagi para tenaga ahli (Korwil PKH),
tetapi lebih dari itu. Kehadiran seorang Korwil PKH yang dalam kondisi dimana
banyak orang disibukkan dengan kegiatan seremoni keluarga dan libur bersama setidaknya
menjadi amunisi tersendiri dalam mempertahankan komitmen sekalipun menyambut
hari Raya serta libur bersama dengan sebuat PHP dan pada saat yang bersaman
pihak manajemen PKH Pusat tidak lebih menyamakan para operator dan pendamping
PKH sebagai seorang Satpam, Pengemudi, atau Petugas Kebersihan.
Selanjutnya sinergitas yang ada sebagai sebuah simbiosis mutualisme lintas sektoral dengan sendirinya menjalankan peran atas perubahan mindset
para KSM peserta PKH dan mengupgrade kondisi ketidakmampuan ekonomi dengan memberikan stimulant pendanaan untuk UEP, walau dibeberapa kelompok PKH sudah ada yang melakukannya secara mandiri. Hingga pada akhirnya, PKH sebagai program
nasional dengan tujuan untuk memutuskan rantai-rantai kemiskinan bukan sekedar jargon tapi bias kita wujudkan. Untuk itu perlu secara berkala adanya pemantapan terhadap komitmen dan kinerja korkab/korkot dan pendamping PKH dalam upaya memelihara komitmen dan semangat kerja, bukan ditiadakan dengan
alasan efisiensi sebagaimana saat ini. Satu perkara penting yang memerlukan keberanian dalam melaksanakannya, yaitu jujur menilai kemampuan diri sendiri dan menerima setiap resiko dari tanggung jawab dan amanah yang diemban. PKH adalah pengemban
misi sosial dalam perbaikan generasi anak bangsa, tidak bisa dilaksanakan
sekedarnya apalagi menjadikannya sebagai alat pencapaian kepentingan golongan
atau dipolitisasi. Dukung PKH untuk bisa memutuskan rantai-rantai kemiskinan
bukan bukan menjadikan PKH sebagai alat dukung meraih kekuasaan, karena
operator dan pendamping PKH bukanlah Satpam, Pengemudi, atau Petugas Kebersihan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar