Jumat, 13 Juni 2014

PEMBINAAN KELOMPOK PKH : Sebuah Improvisasi Pendampingan PKH

"Kami yang pokok berkewajiban setiap tiga bulan sekali melaporkan rekapitulasi pencapaian kehadiran peserta PKH, tetapi untuk memonitor setiap bulannya kepada semua peserta diharapkan membawa kartu absen pada pertemuan kelompok yang setiap bulan kita laksanakan", demikian disampaikan kepada salah seorang bapak anggota keluarga peserta PKH terkait kartu absen sekolah putrinya yang beberapa bulan terakhir tidak meminta rekap absen di sekolah.

Daftar hadir pertemuan kelompok, Berita Acara, Absen
ART, dan Cek rutin katagori peserta PKH. 
Jika menilik konteks peristiwa di atas dengan kewajiban pendamping PKH dalam proses pendampingan di lapangan tidaklah mengapa putri Bapak tersebut tidak meminta rekap absen di sekolah setiap bulannya, tetapi sesuai kesepakatan bersama dalam pertemuan kelompok PKH rekap absen setiap bulan diminta ke sekolah yang ditulis di kartu absen yang dibagikan oleh pendamping PKH. Kepada peserta PKH yang tidak bersedia atau keberatan boleh tidak minta dan kartu absen dikembalikan kepada pendamping PKH untuk selanjutnya pendamping yang akan minta ke sekolah. Untuk itu kartu absen yang asli setiap bulan dalam pertemuan kelompok PKH hendaknya dibawa, selain untuk monitoring rutin melalui rekapitulasi absen peserta PKH terhadap pemenuhan kewajiban, hal ini bisa dijadikan juga sebagai deteksi dini terhadap permasalahan yang mungkin dialami oleh peserta PKH dalam upaya pemenuhan kewajiban di fasilitas kesehatan dan pendidikan. Bukan bermaksud mencampuri kinerja pada layanan kesehatan dan pendidikan, tetapi adakalanya satu perlakuan normatif terhadap peserta PKH bisa menjadi masalah bila tidak segera diklarifikasi. Sebagai misal ketika seorang peserta pengurus PKH membawa apras yang belum masuk SD tetapi sudah berusia di atas 5 tahun ke posyandu, kader posyandu setempat tidak mencatat dalam buku daftar hadirnya dengan alasan anak tersebut sudah di atas 5 tahun dan tidak punya KMS lagi. Maka keberadaan kartu absen posyandu yang di paraf oleh kader posyandu atau bidan desa penanggung jawab bisa dijadikan rujukan data atas kehadiran apras tersebut di faskes bersangkutan. Tentunya ini diterapkan dengan adanya kontrol dan pemberian peringatan kepada setiap pengurus/peserta PKH untuk berlaku jujur dan tidak membuat pemalsuan daftar hadir dengan sangsi yang bisa menimbulkan efek jera.


Nasib Suheri, S.Pd. Kepala MTs Ma'arif Keputran

Apa yang diuraikan di atas adalah sekedar improvisasi dalam melaksanakan pendampingan PKH, sebab pengadaan kartu rekapitulasi absen peserta didik di sekolah SD dan SMP yang bisa mengidentifikasi jumlah hari efeektif, alpa, izin, sakit atau tidak masuk karena kerja, serta daftar hadir di posyandu yang mencantumkan kolom umur, berat badan, dan paraf petugas bisa menjadi sesuatu yang mempermudah pendamping dalam memantau setiap anggota rumah tangga peserta PKH dan sangat membantu dalam pelaksanaan verifikasi. Bahkan dengan adanya kartu absen tersebut bisa secara langsung membuat aktif para peserta PKH dalam membantu anggota rumah tangganya memenuhi komitmen sesuai katagori yang ada. Dari pengamatan dibeberapa sekolah SD misalnya, keberadaan kartu absen bisa lebih membuat pihak sekolah memonitoring anak didik peserta PKH sampai dengan mereka jadikan bahan improvisasi untuk membuat anak didik menjadi lebih aktif dan rajin bersekolah, yang pasti untuk wali kelas lebih mudah mengidentifikasi anak didik peserta PKH yang selanjutnya bisa membantu mereka untuk lebih aktif lagi minimal dalam pencapaian tingkat kehadiran di atas 85%.


Fotocopy absen Apras/Balita Peserta PKH
Jika sudah diperoleh data tentang pencapaian tingkat kehadiran ART peserta PKH sesuai katagori pada awal bulan kedua setiap periodenya, ini akan lebih memudahkan pendamping PKH dalam membuat skala prioritas pembinaan terhadap kelompok PKH binaannya. Identifikasi terhadap kemungkinan masalah dan masalah yang timbul bisa lebih dini diketahui dan memberikan peluang waktu yang cukup untuk mengatasinya, yang pada gilirannya akan menyediakan waktu yang cukup banyak bagi pendamping PKH dalam melakukan banyak kegiatan lain untuk meningkatkan pola pembinaan terhadap kelompok PKH binaannya. Pada bagian inilah penekanan kegiatan untuk sesi pemberdayaan keluarga bisa diupayakan lebih optimal, karena prediksi atas capaian serapan bantuan dan keaktifan dari peserta PKH bisa diketahui sejak awal sebelum verifikasi per periode dilaksanakan. Bahkan dengan keberadaan kartu absen peserta PKH itu bisa untuk mempermudah dalam menjabarkan mengenai pelaksanaan PKH kepada penyelenggara fasilitas pendidikan dan kesehatan yang menjadi mitra pendamping PKH di lapanagan.

Menyampaikan secara lisan kepada pengurus PKH agar peserta dan anggota rumah tangganya aktif memenuhi kewajiban sesuai katagori yang ada jauh lebih sulit dilakukan, bahkan penggunaan bahasa kerap menjadi kendala. Tetapi dengan melibatkan mereka secara aktif untuk memperoleh rekap absen peserta didik PKH di sekolah atau data valid dari pertumbuhan dan perkembangan balita/apras setelah mengunjungi posyandu atau fasilitas kesehatan yang lain, tidak sekedar mempengaruhi mindset mereka tetapi langsung mengajak mereka untuk merubah perilaku atau kebiasaan pada arah pencapaian tujuan dari PKH itu sendiri. Hal itu dipertajam dalam diskusi dan penjelasan setiap pelaksanaan Pertemuan Kelompok PKH tiap bulannya. Dengan adanya kondisi yang saling keterkaitan, akan sangat membantu pendamping PKH dalam mengelola pelaksanaan tugasnya  dan pada sisi lain akan membuat peserta PKH memiliki kepentingan yang jelas untuk apa mereka harus hadir dalam setiap pertemuan kelompok PKH. Jika ini sudah bisa berjalan dengan tingkat penyadaran dan pemahaman yang tinggi, tinggal bagaimana kita memolesnya agar bisa lebih berkualitas. Unsur kepentingan sangat dominan, tinggal bagaimana kita sebagai pendamping PKH melakukan improvisasi agar pembinaan kelompok PKH bisa lebih baik.

Semangat Pagi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar