" ... bagaimana orang bisa loyal kalau tidak layak", kurang lebih itulah sepenggal kalimat dialog dengan seorang rekan beberapa waktu silam. Rekan saya memang bukan seorang pendamping PKH, sebab kami dulu bekerja disebuah perusahaan asuransi jiwa nasional ternama. Itu dulu ...
Loyalitas pendamping PKH dalam eksistensinya melaksanakan pendampingan bukanlah hal yang berlebihan dan sulit, itu karena ketika seorang pendamping telah menjatuhkan pilihan sebagai seorang pendamping PKH dia sudah mempersiapkan banyak strategi untuk merealisasikan pencapaian tergeting atas rencana kerjanya. Setidaknya itu dibahas dan dievaluasi dalam setiap rapat koordinasi bulanan pendamping dan operator. Tetapi bagaimana kalau ternyata banyak kendala yang secara teknis terjadi diluar kemampuan seorang pendamping, jawabannya tidak mudah. Sampai kapanpun idealisme ada resiko untuk mewujudkannya. Salah satu kendala yang terasa adalah finansial, walau ada ungkapan bahwa uang bukanlah segalanya, tetapi segala sesuatu aktifitas punya resiko atas biaya yaitu uang.
Pendampingan kepada peserta PKH bukanlah pendampingan yang satu dua hari, tetapi berterusan sampai selesainya program ini. Dalam kenyataannyapun tidak serta merta apa perencanaan yang kita buat atas mereka bisa ditafsirkan sesuai harapan. Latar belakang pendidikan dan keseharian RTSM sebagai peserta PKH terkadang menjadi permasalahan tersendiri. Memang tidak semua demikian dan tidak semua pendamping bermasalah dengan latar belakang dan keadaan peserta PKH dampingannya, tetapi satu yang pasti proses pendampingan terkadang menuntut seorang pendamping untuk siap sedia hadir di tengah-tengah peserta dampingan atau kelompok PKH binaannya. Selain sebagai upaya monitoring peserta dan kelompok PKH, kehadiran pendamping di tengah-tengah kelompok PKH adalah motivasi tersendiri bagi peserta PKH, walau itu masih relatif. Bahkan dengan secara langsung berinteraksi di rumah atau tempat dimana keseharian peserta melaksanakan aktifitasnya akan menambah kedetan dan ikatan secara psikologis antara pendamping dan peserta PKH.
Lantas bagaimana moralitas yang harus didahulukan, tugas pendampingan atau keluarga ketika permasalahan anggaran belanja keluarga tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan ? Semestinya masalah seperti itu tidak perlu terjadi ketika PKH adalah urusan umat. Pendamping PKH memang bukan penyelesai masalah kemiskinan, mereka hanya agen perubahan yang diharapkan fungsinya bisa terlaksana maksimal. Pendamping PKH dituntut untuk multi talenta, walau itu bukan perkara wajib. Kenyataan yang ada memberikan suatu pelajaran yang sangat berharga atas sebuah rencana dan kepastian, walau itu punya resiko pada pencapaian target yang telah dibuat. Akhirnya moralitaslah yang bicara, seorang pendamping PKH akan terus eksis atas loyalitasnya walau apa yang terjadi atau loyalitas berbanding lurus dengan kelayakan yang diterimanya. Bagaimana jika kelayakan itu adalah sangat relatif atau tidak seperti yang diharapkan?
Semangat pagi!
Lantas bagaimana moralitas yang harus didahulukan, tugas pendampingan atau keluarga ketika permasalahan anggaran belanja keluarga tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan ? Semestinya masalah seperti itu tidak perlu terjadi ketika PKH adalah urusan umat. Pendamping PKH memang bukan penyelesai masalah kemiskinan, mereka hanya agen perubahan yang diharapkan fungsinya bisa terlaksana maksimal. Pendamping PKH dituntut untuk multi talenta, walau itu bukan perkara wajib. Kenyataan yang ada memberikan suatu pelajaran yang sangat berharga atas sebuah rencana dan kepastian, walau itu punya resiko pada pencapaian target yang telah dibuat. Akhirnya moralitaslah yang bicara, seorang pendamping PKH akan terus eksis atas loyalitasnya walau apa yang terjadi atau loyalitas berbanding lurus dengan kelayakan yang diterimanya. Bagaimana jika kelayakan itu adalah sangat relatif atau tidak seperti yang diharapkan?
Semangat pagi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar