Minggu, 21 April 2013

KUBE PKH : STRATEGIS DAN EKONOMIS


Kelompok Usaha Bersama Program Keluarga Harapan (KUBE PKH) merupakan satu langkah strategis dan berdampak pada perbaikan ekonomi yang positif dalam pelaksanaan dan penerapan PKH dalam satu wilayah pengembangan. Bukan saja strategis dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan pokok PKH dalam peningkatan peran aktif dan komitmen peserta dan pelaku PKH akan tetapi secara ekonomis menjadi sebuah harapan dan terobosan pencapaian tigkat perbaikan kesejahteraan peserta PKH itu sendiri.

KUBE PKH menjadi sesuatu yang strategis karena bisa dijadikan media penerangan kongkrit kepada berbagai pihak dan kalangan akan keberadaan PKH yang merupakan program terpadu dalam pencapaian perbaikan dan pembedayaan masyarakat miskin secara multi sektor terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan peningkatan keterampilan perempuan. Dalam pelaksanaan dan pengembangan KUBE itu sendiri secara otomatis para peserta PKH akan belajar banyak hal-hal yang berkaitan tentang peningkatan usaha dan manajemen. Mereka akan belajar mengenai produk dan peluang pasar, legalitas produk dan birokrasi perizinan, pembukuan dan pelaporan hasil usaha, dan banyak hal yang pada titik tertentu menjadi mata rantai kunci keterpaduan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat lintas sektoral. Satu yang pasti KUBE PKH beranggotakan ibu-ibu rumah tangga miskin yang bisa dipertanggungjawabkan keberadaan dan jumlah pastinya (karena sudah bukan menjadi rahasia lagi tentang adanya anggota-anggota fiktif dalam pelaksanaan KUBE disuatu daerah), bahkan pemetaan terhadap potensi daerah dan setiap peserta telah pun dilakukan oleh para pendamping PKH yang bertugas pada desa-desa yang telah ditetapkan.
Kegiatan KUBE PKH Al Hidayah. Mereka telah sisihkan sebagian dana BLB yang mereka terima pada pembayaran pertama sebagai modal awal, tetapi mereka juga butuh bimbingan dan suport modal tambahan, atau mereka akan kandas dan kalah dalam persaingan dengan usaha sejenis yang telah ada lebih dahulu.

KUBE PKH akan menjadi satu prototip pemberdayaan yang strategis karena dengannya akan meningkatkan partisipasi dan komitmen dari peserta PKH itu sendiri, bahkan dengan dibentuknya KUBE dalam Kelompok-kelompok ibu-ibu PKH menjadikan pertemuan kelompok dan pertemuan rutin bulanan sesuatu yang ditunggu datangnya. Hal ini bukan sekedar sebagai ajang silahturahmi, akan tetapi menjadi satu kesempatan untuk membahas berbagai persoalan seputar pelaksanaan PKH dan KUBE serta menentukan langkah-langkah pengembangannya. Memang dalam pelaksanaannya tetap saja ada beberapa peserta PKH yang beranggapan hal itu tidak begitu penting bahkan ada diantaranya yang berpikiran dan bersikap kontra produktif dengan berbagai aktifitas yang ada. Banyak factor yang mempengaruhi hal tersebut, diantaranya pengetahuan (pendidikan yang rendah/ kebanyakan mereka berpendidikan SD atau tidak sekolah) atau dari pendamping PKH sendiri yang belum maksimal dalam memotivasi kelompoknya untuk berperan aktif. Bahkan ironisnya ada sikap dan kebijakan dari para stakeholder dan dinas terkait yang kontra produktif, yang semestinya mereka dapat menjadi mata air segar dalam tumbuh kembang KUBE PKH terutama dalam pembinaan dan permodalan akan tetapi itu tidak terjadi. Ketidak seriusan dinas terkait terkadang menjadi batu sandungan serius bagi para pendamping PKH dalam proses pemberdayaan kelompok-kelompok PKH yang ada bahkan lebih parahnya lagi mereka justru menjadi akar masalah terhadap kegagalan pengembangan KUBE-KUBE PKH yang ada. Ini bukan hal yang mengada-ada, akan tetapi sikap tidak profesional dan rendahnyanya pemahaman terhadap PKH dari pejabat terkait kerap menjadi penyebabnya disamping mental korupsi yang telah mendarah daging.

Peran Stakeholder dan Dinas Terkait

Strategis dan Ekonomis adalah dua kata yang sangat diharapkan bisa terwujud dalam berbagai pola program pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat miskin di negeri ini. Dua hal yang butuh keseriusan dan profesionalitas dalam pencapaiannya. Sudah barang tentu sikap kontra produktif dan mentalitas korupsi akan menjadi factor penghambat utama dan penyebab ketidakberhasilan program-program yang ada, sebut saja PKH. Peran stakeholder dan dinas terkait, terutama yang menjadi leading sector dalam pelaksanaan PKH di lapangan sangat menentukan. Segala bentuk dukungan baik moral dan pendanaan bias berdampak langsung pada pencapaian hasil program PKH di lapangan. Sebagai missal pemberian insentif tambahan kepada pendamping PKH sudah barang tentu bias menjadi pendorong tersendiri bagi para pendamping untuk bisa lebih giat lagi dalam pendampingan yang dilakukan, apalagi sampai pada pemberian fasilitas berupa perangkat IT dan kendaraan. Pendamping pasti akan berkata “Wow, dahsyat!” dan konsekuensinya adalah hasil kerja yang maksimal. Ya, walau itu semua bergantung dari ketersediaan dana yang ada di daerah pengembangan masing-masing, tapi setidaknya itu patut dicermati.


Ada beberapa hal yang menjadi catatan adalah, partisipasi stakeholder dan dinas terkait dalam pendanaan bukan saja pada pengalokasian dana untuk pelaksanaan PKH di daerah secara global, akan tetapi penggunaan yang tepat sasaran. Sebagai misal Kabupaten X mengalokasikan dana sharing untuk pelaksanaan PKH sebesar Rp 350.000.000,- dengan jumlah kecamatan yang ada pengembangan PKH sebanyak 7 kecamatan, asumsinya dana pendongkrak untuk meningkatkan kinerja dan hasil kerja setiap kecamatan adalah Rp 350.000.000 di bagi 7 kecamatan sama dengan Rp 50.000.000 per kecamatan per tahun di laur dana yang telah dialokasikan oleh Pemerintah untuk pelaksanaan PKH pada masing-masing daerah pengembangan. Ini sungguh angka yang tidak kecil, dan jika penggunaannya tepat sasaran yang lebih berpihak kepada sasaran PKH tentu akan menjadi stimulant terhadap keberhasilan PKH pada daerah pengembangan. Sebagai misal dari Rp 50.000.000 dimanfaatkan Rp 30.000.000 untuk pengembangan KUBE dan sisanya untuk insentif, ATK, koordinasi, promosi, dan bahan habis pakai. Ini baru dari dana sharing khusus untuk PKH, belum lagi dari sector lain yang sangat bisa untuk dilibatkan dalam pengembangan PKH itu sendiri. “Wow, dahsyat!”.

Uraian di atas hanya asumsi saya, pada kenyataannya bisa lebih baik atau sebaliknya. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa daerah lama pengembangan PKH di berbagai propinsi dan kabupaten di penjuru negeri ini. Dana sharing yang diberikan bahkan bisa membantu para pendampingnya untuk memiliki kendaraan roda dua dan laptop, bukan sekedar KUBE PKH tetapi kinerja pendampinnyapun sangat diperhatikan. Lantas bagaimana di daerah rekan-rekan pendamping PKH yang lain apa lebih wow dari itu?

Loyalitas Pendamping

Sebagai ujung tombak pelaksanaan PKH, pendamping PKH memiliki fungsi yang sangat strategis hal itu ditunjang dengan dimilikinya akses langsung terhadap peserta PKH dan potensinya oleh pendamping tersebut. Kedua hal tersebut adalah sebagai butir utama untuk menentukan bagaimana dan kebijakan apa yang paling tepat untuk dilaksanakannya program pemberdayaan, termasuk KUBE PKH. Disini peran dan loyalitas seorang pendamping sangat dominan dan memegang perang kunci terhadap keberhasilan program, untuk itulah diawal sekali sebelum melaksanakan pendampingan seorang pendamping PKH harus mengikuti Diklat selama 7 hari penuh dengan kualifikasi tutor tingkat nasional. Tentu saja dengan materi-materi yang sangat luar biasa agar para pendamping bisa dan mampu menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan sebaik mungkin.

Akan tetapi dalam kenyataan, penguasaan terhadap materi dan kepemilikan keterampilan sebagai seorang pendamping PKH apa bisa dibilang cukup untuk menjadikan peserta PKH dan desa dampingannya maju atau setidaknya berkembang lebih baik? Jawabannya sangat relative. Faktor loyalitas dan kelayakan ternyata memiliki dampak yang signifikan terhadap pelaksanaan tugas sebagai pendamping PKH. Empaty kita beranggapan dimiliki oleh setiap orang yang telah melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, akan tetapi ketika jalan keluar penyelesaian masalah membutuhkan keseriusan dan dana maka sangat pentinglah posisi sebuah loyalitas. Tanpa loyalitas, sangat sulit menempatkan hasil kinerja yang baik diatas kenyataan yang sulit. Sekali lagi sangat sulit bukan mustahil, artinya walau dalam kondisi sulit dan penuh tantangan ada saja pendamping yang mampu mempertahankan stabilitas kinerjanya dengan baik dengan loyalitas yang tinggi hingga menjadikan peserta PKH dan desa dampingannya menjadi lebih baik. Dalam konteks ini termasuk juga dalam kondisi lemahnya dukungan dari leading sector terkait pelaksanaan PKH di suatu kabupaten. Wow luar biasa, pendamping ini sangat layak untuk kita apresiasi, dia punya integritas dan loyalitas tinggi atau dia juga memiliki kekuatan ekonomi yang di atas rata-rata.

Sekali lagi saya tekankan, sangat sulit untuk menghasilkan kinerja dan hasil kerja yang baik tanpa loyalitas yang tinggi, tetapi biasanya loyalitas tinggi bisa tercipta kalau kondisi kerja sangat kondusif dan mendapat dukungan penuh secara moral dan materi termasuk contoh dan etos kerja. Lantas bagaimana jika semua itu tidak didapatkan, bahkan kontra produktif yang dihadapi dari yang seharusnya menjadi sumber inspirasi bagi pendamping PKH? Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar