Kelompok Usaha Bersama Program
Keluarga Harapan (KUBE PKH) merupakan satu langkah strategis dan berdampak pada
perbaikan ekonomi yang positif dalam pelaksanaan dan penerapan PKH dalam satu
wilayah pengembangan. Bukan saja strategis dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan
pokok PKH dalam peningkatan peran aktif dan komitmen peserta dan pelaku PKH
akan tetapi secara ekonomis menjadi sebuah harapan dan terobosan pencapaian
tigkat perbaikan kesejahteraan peserta PKH itu sendiri.
KUBE PKH menjadi sesuatu yang
strategis karena bisa dijadikan media penerangan kongkrit kepada berbagai pihak
dan kalangan akan keberadaan PKH yang merupakan program terpadu dalam
pencapaian perbaikan dan pembedayaan masyarakat miskin secara multi sektor
terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan peningkatan
keterampilan perempuan. Dalam pelaksanaan dan pengembangan KUBE itu sendiri
secara otomatis para peserta PKH akan belajar banyak hal-hal yang berkaitan
tentang peningkatan usaha dan manajemen. Mereka akan belajar mengenai produk
dan peluang pasar, legalitas produk dan birokrasi perizinan, pembukuan dan
pelaporan hasil usaha, dan banyak hal yang pada titik tertentu menjadi mata
rantai kunci keterpaduan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat lintas
sektoral. Satu yang pasti KUBE PKH beranggotakan ibu-ibu rumah tangga miskin
yang bisa dipertanggungjawabkan keberadaan dan jumlah pastinya (karena sudah bukan
menjadi rahasia lagi tentang adanya anggota-anggota fiktif dalam pelaksanaan
KUBE disuatu daerah), bahkan pemetaan terhadap potensi daerah dan setiap
peserta telah pun dilakukan oleh para pendamping PKH yang bertugas pada
desa-desa yang telah ditetapkan.
KUBE PKH akan menjadi satu
prototip pemberdayaan yang strategis karena dengannya akan meningkatkan
partisipasi dan komitmen dari peserta PKH itu sendiri, bahkan dengan
dibentuknya KUBE dalam Kelompok-kelompok ibu-ibu PKH menjadikan pertemuan
kelompok dan pertemuan rutin bulanan sesuatu yang ditunggu datangnya. Hal ini
bukan sekedar sebagai ajang silahturahmi, akan tetapi menjadi satu kesempatan
untuk membahas berbagai persoalan seputar pelaksanaan PKH dan KUBE serta
menentukan langkah-langkah pengembangannya. Memang dalam pelaksanaannya tetap
saja ada beberapa peserta PKH yang beranggapan hal itu tidak begitu penting
bahkan ada diantaranya yang berpikiran dan bersikap kontra produktif dengan
berbagai aktifitas yang ada. Banyak factor yang mempengaruhi hal tersebut,
diantaranya pengetahuan (pendidikan yang rendah/ kebanyakan mereka
berpendidikan SD atau tidak sekolah) atau dari pendamping PKH sendiri yang
belum maksimal dalam memotivasi kelompoknya untuk berperan aktif. Bahkan
ironisnya ada sikap dan kebijakan dari para stakeholder dan dinas terkait yang
kontra produktif, yang semestinya mereka dapat menjadi mata air segar dalam
tumbuh kembang KUBE PKH terutama dalam pembinaan dan permodalan akan tetapi itu
tidak terjadi. Ketidak seriusan dinas terkait terkadang menjadi batu sandungan
serius bagi para pendamping PKH dalam proses pemberdayaan kelompok-kelompok PKH
yang ada bahkan lebih parahnya lagi mereka justru menjadi akar masalah terhadap
kegagalan pengembangan KUBE-KUBE PKH yang ada. Ini bukan hal yang mengada-ada,
akan tetapi sikap tidak profesional dan rendahnyanya pemahaman terhadap PKH
dari pejabat terkait kerap menjadi penyebabnya disamping mental korupsi yang
telah mendarah daging.
Peran Stakeholder dan Dinas Terkait
Strategis dan Ekonomis adalah dua
kata yang sangat diharapkan bisa terwujud dalam berbagai pola program pemberdayaan
masyarakat terutama masyarakat miskin di negeri ini. Dua hal yang butuh keseriusan
dan profesionalitas dalam pencapaiannya. Sudah barang tentu sikap kontra
produktif dan mentalitas korupsi akan menjadi factor penghambat utama dan
penyebab ketidakberhasilan program-program yang ada, sebut saja PKH. Peran stakeholder dan dinas terkait, terutama
yang menjadi leading sector dalam
pelaksanaan PKH di lapangan sangat menentukan. Segala bentuk dukungan baik
moral dan pendanaan bias berdampak langsung pada pencapaian hasil program PKH
di lapangan. Sebagai missal pemberian insentif tambahan kepada pendamping PKH
sudah barang tentu bias menjadi pendorong tersendiri bagi para pendamping untuk
bisa lebih giat lagi dalam pendampingan yang dilakukan, apalagi sampai pada
pemberian fasilitas berupa perangkat IT dan kendaraan. Pendamping pasti akan
berkata “Wow, dahsyat!” dan
konsekuensinya adalah hasil kerja yang maksimal. Ya, walau itu semua bergantung
dari ketersediaan dana yang ada di daerah pengembangan masing-masing, tapi
setidaknya itu patut dicermati.
Ada beberapa hal yang menjadi
catatan adalah, partisipasi stakeholder dan dinas terkait dalam pendanaan bukan
saja pada pengalokasian dana untuk pelaksanaan PKH di daerah secara global,
akan tetapi penggunaan yang tepat sasaran. Sebagai misal Kabupaten X
mengalokasikan dana sharing untuk
pelaksanaan PKH sebesar Rp 350.000.000,- dengan jumlah kecamatan yang ada
pengembangan PKH sebanyak 7 kecamatan, asumsinya dana pendongkrak untuk
meningkatkan kinerja dan hasil kerja setiap kecamatan adalah Rp 350.000.000 di
bagi 7 kecamatan sama dengan Rp 50.000.000 per kecamatan per tahun di laur dana
yang telah dialokasikan oleh Pemerintah untuk pelaksanaan PKH pada
masing-masing daerah pengembangan. Ini sungguh angka yang tidak kecil, dan jika
penggunaannya tepat sasaran yang lebih berpihak kepada sasaran PKH tentu akan
menjadi stimulant terhadap
keberhasilan PKH pada daerah pengembangan. Sebagai misal dari Rp 50.000.000
dimanfaatkan Rp 30.000.000 untuk pengembangan KUBE dan sisanya untuk insentif,
ATK, koordinasi, promosi, dan bahan habis pakai. Ini baru dari dana sharing
khusus untuk PKH, belum lagi dari sector lain yang sangat bisa untuk dilibatkan
dalam pengembangan PKH itu sendiri. “Wow,
dahsyat!”.
Uraian di atas hanya asumsi saya,
pada kenyataannya bisa lebih baik atau sebaliknya. Sebagaimana yang telah
dilakukan oleh beberapa daerah lama pengembangan PKH di berbagai propinsi dan
kabupaten di penjuru negeri ini. Dana sharing yang diberikan bahkan bisa
membantu para pendampingnya untuk memiliki kendaraan roda dua dan laptop, bukan
sekedar KUBE PKH tetapi kinerja pendampinnyapun sangat diperhatikan. Lantas
bagaimana di daerah rekan-rekan pendamping PKH yang lain apa lebih wow dari itu?
Loyalitas Pendamping
Sebagai ujung tombak pelaksanaan
PKH, pendamping PKH memiliki fungsi yang sangat strategis hal itu ditunjang
dengan dimilikinya akses langsung terhadap peserta PKH dan potensinya oleh
pendamping tersebut. Kedua hal tersebut adalah sebagai butir utama untuk
menentukan bagaimana dan kebijakan apa yang paling tepat untuk dilaksanakannya
program pemberdayaan, termasuk KUBE PKH. Disini peran dan loyalitas seorang
pendamping sangat dominan dan memegang perang kunci terhadap keberhasilan
program, untuk itulah diawal sekali sebelum melaksanakan pendampingan seorang
pendamping PKH harus mengikuti Diklat selama 7 hari penuh dengan kualifikasi
tutor tingkat nasional. Tentu saja dengan materi-materi yang sangat luar biasa
agar para pendamping bisa dan mampu menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan
sebaik mungkin.
Akan tetapi dalam kenyataan,
penguasaan terhadap materi dan kepemilikan keterampilan sebagai seorang
pendamping PKH apa bisa dibilang cukup untuk menjadikan peserta PKH dan desa
dampingannya maju atau setidaknya berkembang lebih baik? Jawabannya sangat
relative. Faktor loyalitas dan kelayakan ternyata memiliki dampak yang
signifikan terhadap pelaksanaan tugas sebagai pendamping PKH. Empaty kita
beranggapan dimiliki oleh setiap orang yang telah melihat kenyataan yang terjadi
di lapangan, akan tetapi ketika jalan keluar penyelesaian masalah membutuhkan
keseriusan dan dana maka sangat pentinglah posisi sebuah loyalitas. Tanpa
loyalitas, sangat sulit menempatkan hasil kinerja yang baik diatas kenyataan
yang sulit. Sekali lagi sangat sulit bukan mustahil, artinya walau dalam
kondisi sulit dan penuh tantangan ada saja pendamping yang mampu mempertahankan
stabilitas kinerjanya dengan baik dengan loyalitas yang tinggi hingga
menjadikan peserta PKH dan desa dampingannya menjadi lebih baik. Dalam konteks
ini termasuk juga dalam kondisi lemahnya dukungan dari leading sector terkait
pelaksanaan PKH di suatu kabupaten. Wow
luar biasa, pendamping ini sangat layak untuk kita apresiasi, dia punya
integritas dan loyalitas tinggi atau dia juga memiliki kekuatan ekonomi yang di
atas rata-rata.
Sekali lagi saya tekankan, sangat
sulit untuk menghasilkan kinerja dan hasil kerja yang baik tanpa loyalitas yang
tinggi, tetapi biasanya loyalitas tinggi bisa tercipta kalau kondisi kerja
sangat kondusif dan mendapat dukungan penuh secara moral dan materi termasuk
contoh dan etos kerja. Lantas bagaimana
jika semua itu tidak didapatkan, bahkan kontra produktif yang dihadapi dari
yang seharusnya menjadi sumber inspirasi bagi pendamping PKH? Wallahu’alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar